Minggu, 01 Maret 2015

Kisah Perjalanan Hidupku

Masa Kecilku
BAGIAN 1


Namaku Nurmini. Nur artinya Cahaya dan Mini artinya dariku. Jadi, Nurmini artinya Cahaya dariku. Aku seorang wanita yang lahir di sebuah kota yang dikenal dengan julukan kota ikan, yakni Bagansiapiapi. Dijuluki demikian karena desa yang terkenal dengan penghasilan ikan nomor satu di Asia, dan nomor dua di dunia setelah Bergen, kalau kagak percaya tanya aja ma mbah google. Tapi sekarang, ikan tidak lagi banyak seperti dulu karena banyaknya nelayan yang menangkap ikan dengan cara pukat harimau, ikan dijual ke Negara asing, dan lain sebagainya.

Kembali ke kisah hidupku. Aku lahir dari orang tua yang pekerja keras. Ayahku bernama Amiruddin bersuku bugis dan ibuku Rosdiana bersuku melayu, namun ada sebagian temanku yang mengatakan ibuku keturunan orang cina. Aku anak tengah antara cowok dan cewek dari lima bersaudara. Punya dua abang dan dua adik perempuan. Seorang gadis manja dan berkaca mata. Aku dimanjakan oleh kedua orangtuaku karena harapan lahirnya seorang anak perempuan, yang akhirnya adek-adekku perempuan semua. Kisah yang unik ada pada diriku mulai dari impian orangtua sampai aku lahir. Impian orangtua yang ingin anak selanjutnya perempuan diNazar dengan pulang ke kampung halaman ayah di sebuah kabupaten di Sulawesi Selatan yang bernama BONE. Karena pekerjaan ayah sebagai awak kapal tepatnya koki, akhirnya meninggalkan ibu yang sedang mengandungku dan kedua abangku. Setahun lamanya ayah pergi, pas pulang ke rumah melihat ibu yang masih belum melahirkan. Yah, aku berpikir mungkin aku ingin ayah yang meng-iqamah anaknya. Tepatnya tanggal 23 November 1993, hari rabu setelah adzan magrib lahirlah seorang anak perempuan yang imut yakni aku. Hehe..:) :)

Ketika ku lihat sebuah foto waktuku kecil, aku seorang bayi yang menggemaskan berkulit hitam manis (karena dikasi madu ^^*), sangat berbeda dengan sekarang berkulit sawo matang. Akhirnya, Keluargaku berangkat pulang ke Bone. Kota penghasil tembakau dan cokelat. Kata ibuku, selama aku masih kecil banyak pengasuh, ada yang suka bawa diam-diam ke bawah rumah karena rumah ciri khas rumahnya yang tinggi tiang sehingga bermain dan santai-santai di sana, beberapa pengasuh ketika sakit flu dan pengasuh lainnya. Abang keduaku gemar menaiki lembu yang ada di sana, meskipun harus jatuh ke tanah. Sifat manja yang ada pada diriku telah ada saat ku masih kecil, tepatnya aku selalu menangis tiap kali ibu hendak pergi melakukan pekerjaan rumah. Di kampung halaman ayah sangat berbeda ketika kita berada di kampung kelahiranku. Di sana, setiap subuh kamu harus mengambil air di sumur yang letaknya jauh sekali. Ingat, harus subuh, karena kalau siang airnya akan susah diambil karena jauh, bayangkan perjuangan yang harus dilakukan setiap harinya.

Setiap anak yang lahir harus di akikahkan. Dalam islam, akikah seorang anak perempuan adalah seekor kambing. Namun, di bone aku diakikahkan dengan seekor lembu karena murahnya harga lembu di sana. Waktuku kecil, bisa dibilang anak yang paling mewah dari saudara perempuanku lainnya. Ayah membeliku kalung, cincin, gelang kaki, gelang tangan, anting-anting yang terbuat dari emas semuanya. Sangat berbeda dengan adek-adekku. Kalau anak keempat dibeli kalung, anting-anting cincin dan gelang tangan, sedangkan anak bungsu gak ada dibelikan ayah satupun. Akhirnya, ibu yang membelikan untuknya anting-anting. Waktuku kecil, ibu juga sering kali membelikanku baju, mainan, dan lain-lain. Karena jarak aku dan anak keempat beda umur hanya dua tahun, kalau mau beli sesuatu harus beli dua. Jika yang dibeli hanya satu, maka adekku bakalan cemburu denganku. Tidak hanya itu, waktu ku masih kecil, aku hanya mau minum ASI, gak mau yang lain. Kasian adekku, rela berkorban untukku karena dia harus minum susu formula. Jadi jangan heran aku dan anak keempat selalu buat ibu pusing karena kami selalu berantem, mulai dari kecil sampai duduk di bangku SMA, apalagi jika ibu lebih memihak kepadaku.

Prestasi akademik yang ku peroleh selama jenjang pendidikan cukup memuaskan dan membuat keluargaku bangga meskipun aku pernah mendapat nilai lima di rapor, dapat nilai nol ketika latihan di kelas, dapat hukuman ketika tidak mengerjakan PR, nangis dipermalukan ketika terlambat datang ke sekolah yang jaraknya sekitar 10 meter dari rumah, nangis karena diledekin bentuk tubuh yang gendut, nangis dikerjain guru dan teman-teman saat ultahku, sedih ketika buku diari dibaca oleh adek dan temanku, dan yang lebih parahnya ketika memperjuangkan keputusan untuk berhijab. Pada saat ibu mengandung adek bungsu, bidan ibu sering datang ke rumah untuk melihat dan memeriksa kondisi ibu. Aku sering dinasehati untuk tidak telat makan, karena aku kerap makan siang jam tiga sore akibat keasyikan bermain. Akibatnya, aku mengidap sakit tukak lambung alias maag yang membuatku selalu menangis terutama saat aku merasakan perih dibagian perutku. Efek lain dari penyakit maag yakni aku selalu merasa lapar, akhirnya berat badanku naik drastis ketika aku duduk dibangku SMP dan jadilah mini yang sekarang.

Aku juga pernah merasakan beberapa kali kelaparan saat tengah malam. Alhasil, aku dimarahin ketika menangis mengadu kepada ibu. Tidak hanya aku yang merasakan seperti itu, adek-adekku juga. Pada saat itu, aku hanya memakan nasi dicampur dengan kecap. Tangan yang menggigil, perut yang terasa sangat perih, dan air amata yang keluar dari mataku, pelan-pelanku makan nasi tadi. Gak enak banget rasanya menghadapi situasi seperti itu, makanya ketika adekku mengalami hal seperti itu teringat rasanya mengalami kondisi itu.

Jarak anak keempat dan si bungsu terpaut hampir sembilan tahun. Saat kecil, si bungsu sering sakit dan hal yang masih ku ingat ketika sibungsu sedang panas tinggi. Ku lihat wajah sedih, ketakutan, kekhawatiran, tergambar diwajah ibu. Akupun menangis. Meskipun ibu mempunyai watak yang keras dalam mendidik anak-anaknya, tapi itu dilakukan karena ia sangat khawatir dengan anak-anaknya. Tak jarang anak-anaknya merasa kesal dengan ibu. Sedangkan ayah, tak banyak bicara dan menyerahkan semua kepada ibu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar